Kisah-kisah mengenai ular telah bermunculan di seluruh dunia
sejak dahulu kala, tak terkecuali Jepang. Bila dibelahan dunia ular dipuja-puja
sebagai dewa dan disembah karena kekuatan surpranatural yang konon dimilikinya,
di Jepang ular lebih banyak diasosiasikan dengan hal negatif. Ular lebih
diasosiasikan dengan kejahatan, hal tersebut sangat kontras dengan perlakukan
terhadap naga yang disembah. Banyak cerita yang
berkaitan dengan ular yang berada di masyarakat Jepang, misalkan saja
seorang pria yang tidak puas dengan hidupnya , wanita pencemburu dan dengki
juga orang jahat yang akan berubah menjadi ular. Adapun mitos yang menyebutkan
bahwa tiap wanita memiliki kemampuan untuk berubah menjadi ular. Yang pasti,
ular sangat ditakuti di Jepang karena mampu membahyakan jiwa. Orang jepang
jaman dulu akan menghindari pembicaraan tentang ular karena takut pada hewan
tersebut, mereka berusaha sebisa mungkin untuk untuk tak berbicara tentang
ular. Mereka mengira dengan menghindari pembicaraan tentang ular maka mereka
bisa menjauhkan diri dari hewan melata tersebut. Konon bila kita menarik
perhatian seekor ular jahat maka ular-ular lain pun turut mendekat, seperti
yang tercermin dalam peribahasa “ja no
michi wa hebi” (snakes follow way of
serpents). Nah untuk menemani malam jum’at
yang identik dengan cerita seram berikut ini mari kita simak bersama
sebuah cerita tentang wanita ang berubah menjadi ular karena kebenciannya pada
pria yang dicintainya.
Story
Di tepi sungai Hidaka, terdapatlah sebuah kuil yang bernama
Doujouji. Di sana hiduplah seorang biarawan muda bernama Anchin. Dia adalah
saudara laki-laki Kaisar Suzaka, namun karena suatu hal dirinya diperintahkan
untuk menjadi biarawan. Setap tahun Anchin melakukan ziarah ke Tiga Tempat Suci
di Kumano, dan merupakan kebiasaanya untuk berhenti dan menginap di desa
Musago. Pemilik penginapan tersebut memiliki seorang putri yang jelita bernama Kiyohime. Anchin senang bermain
dengannya, memanjakan dan memberinya hadiah pada kunjungannya setiap tahun. Dia
tak tahu bahwa rasa tertarik Kiyohime kecil seiring dengan berlalunya waktu
berubah menjadi cinta.
Di dalam suatu kunjungan, Anchin terkejut karena Kiyohime
tiba-tiba menyatakan cinta padanya. Kiyohime meminta Anchin untuk menikahinya
dan membawanya pergi. Anchin berusaha menjelaskan bahwa hal tersebut tak
mungkin, karena dirinya telah berikrar, kemudian bergegas ke biara. Kiyohime menolak
kata “tidak” yang dilontarkan Anchin sebagai jawaban. Dia kemudian
mengejar-ngejar Anchin, tapi perilakunya itu membuat Anchin luluh, malahan
mebuat Anchin semakin terdesak dan terganggu. Tak menyerah, Kiyohime pun
meminta pertolongan roh mereka untuk mencari Anchin, namun kesalehan meloloskan
Anchin dari bahaya. Penolakan terus-menerus dari pria yang dicintainya namun
Kiyohime menjadi gelap mata. Rasa cinta dihatinya sekejap berubah menjadi
kebencian yang amat sangat. Kiyohime kemudian mendatangi kuil tempat Anchin
berada. Anchin melihat kedatangan Kiyohime meminta bantuan biarawan lain untuk
menyembunyikan di bawah lonceng besar kuil Doujouji dan menunggu dengan putus
asa. Ketika Kiyohime menemukan tempat persembunyian Anchin, lonceng itu jatuh
dan memerangkap Anchin sepenuhnya. Kemarahan dan kemurkaannya yang berapi-api
mulai mengubah Kiyohime. Wajahnya berubah menyerupai hannya, dan tubuhnya
berubah menyerupai seekor ular yang memancarkan api kemana-mana. Kiyohime telah
berbah wujud itu lantas melilit loceng erat-erat dan memukul-mukulkan ekornya. Kekuatan
pukulan dan api dari tubuh Kiyohime membuat lonceng perunggu itu tersebut
berwarna putih menyala. Setelah peristiwa itu usai, dari dalam lonceng
ditemukan debu putih sisa jenazah Anchin, namun tak ada sedikitun abu yang
tersisa dari jasad Kiyohime.
Another Story
Ada berbagai versi dari kisah cinta
tragis Kiyohime ini. Ada cerita yang menyebutkan bahwa Kiyohime adalah putri
kepala desa, dan ada juga yang menyebutkan Kiyohime adalah putri daimyo. Di tengah
cerita juga ada sedikit variasi, yaitu Kiyohime berubah menjadi ular yang besar
saat dirinya berupaya menyebrangi sungai Hidaka di mala hari demi mengejar Anchin.
Kisah keduanya juga tak selesai sampai disitu saja. Konon roh Kiyohime masih
bergentayangan. Hingga empat ratus tahun sesudah peristiwa tersebut, kuil
Doujouji tetap tak memiliki lonceng. Kemudian, sebuah lonceng baru dibuat untuk
dipasang di kuil Doujouji. Namun saat lonceng itu dibawa, seorang penari
shirabyoshi cantik muncul dan masuk ke dalam lonceng tersebut. Semua yang hadir
di tempat itu takjub karena sosok wanita
tersebut hilang tanpa jejak.
Sejak saat
itu lonceng kuil Doujouji tak pernah berbunyi layaknya lonceng kuil lainnya,
melainkan meratap dan melolong dengan suara mengerikan. Setiap lonceng itu
berbunyi, bencana menimpa Kii no Kuni (sekarang Prefektur Wakayama). Akhirnya lonceng
tersebut diturunkan dan dikubur hingga dua ratus tahun kemudian Toyotomi
Hideyoshi memerintahkan untuk menggali kembali lonceng tersebut dan membawanya
ke kuil Myomanji, tempat dimana abu Sakyamuni Buddha diabadikan oleh kaisar
Asoka dari India. Di sana, suara bacaan sutra tak terhenti-hentinya dilantunkan
oleh para biarawan, dan loncen itu pun akhirnya berhenti berdenting dengan indah,
seolah jiwa Kiyohime dan Anchin telah mendapatkan ketenangan. Lonceng tersebut
hingga kini masih tetap berada di kuil Myomanji yang terletak di Kyoto.