Menjelajah
kedalaman laut atau hutan tak tertembus termasuk hal yang masih mungkin
dilakukan namun tak begitu dengan menjelajah inti Bumi. Pengeboran
terkeras hanya mampu menembus di kedalaman 12 km dan itu hanya 0,2%
radius Bumi.
Setelahnya,
panas tinggi akan menyerang dan membuat apa pun meleleh. Tekanan dan
suhu ekstrim interior planet ini permanen jauh dari jangkauan.
Karenanya, Bumi selalu memiliki ‘keajaiban’ yang mampu mempesona
manusia.
Inti
Bumi sendiri memerankan pusat di banyak kosmologi dan kepercayaan
tradisional. Terbaru, sedikit demi sedikit sains mulai memahaminya.
Berikut pandangan kronologis pemahaman evolusi manusia dari dunia panas
di bawah kaki manusia.
Lubang Neraka
Pandangan
tradisional yang banyak menyebar menyatakan, inti Bumi adalah danau api
tempat orang jahat tinggal untuk selamanya atau biasa disebut neraka.
Mengabaikan sisi kehidupan setelah meninggal, penggambaran neraka yang
ada akurat dengan inti Bumi.
Mengejutkan
memang, banyak keyakinan dan kosmologi menggambarkannya dengan benar,
yakni berupa letusan gunung api yang bisa disajikan di budaya kuno
dengan pandangan menakutkan api neraka. Pada kenyataannya, belerang yang
menjadi metafora Neraka di Injil Krister hanyalah sejenis batu yang
biasa ditemukan di gunung api.
Kura-kura dunia
Banyak
budaya Asia Timur dan Amerika asli tak menggambarkan interior Bumi
seperti neraka. Gantinya, mereka menggambarkannya sebagai kura-kura
raksasa yang disebut ‘kura-kura dunia’. Kura-kura ini menopang Bumi di
punggungnya.
Beberapa
variasi mitos ini menyebutkan, kura-kura ini diganti gajah dalam mitos
Hindus namun beberapa sejarawan menggambarkan, dunia berada di atas
punggung gajah yang berdiri di atas kura-kura. Awal mulanya di 1931,
antropolog Frank Speck mempelajari mitos ini dari Delaware India yang
meyakini kura-kura mewakili sifat tekun dan panjang umur.
Fisikawan
Stephen Hawking memiliki anekdot terkenal mengenai mitos ini yakni,
kura-kura berdiri di punggung kura-kura lain yang berdiri di kura-kura
lainnya lagi dan semuanya adalah kura-kura.
Inti emas
Geolog
Bernard Wood dari University of Oxford memperkirakan, ada 1,6
kuadriliun ton emas di inti Bumi dan jumlah ini cukup untuk menyelimuti
permukaan planet dengan emas setebal 0,5 meter. Menurutnya, jumlah emas
yang ada enam kali lebih banyak dari platina, nikel, niobium, dan elemen
besi lainnya.
Hipotesa
geolog ini muncul setelah ia meneliti konten besi pada meteorit yang
serupa ‘planetismal,’ benda langit kecil bertubrukan pembentuk Bumi.
Wood menemukan banyak emas pada meteorit ini.
Lapisan bawang
Kerak
Bumi seolah membisikkan rahasia apa yang ada di bawahnya. Saat ada
gempa, gelombang seismic memantul melewati Bumi dan memantulkan kerak,
mantel, inti luar dan dalam kemudian terekam seismogram di seluruh
dunia. Kemudian, ilmuwan melacak ulang untuk membuat peta interior Bumi.
Hasilnya,
ditemukan sebuah bola besi dan nikel solid di intinya. Meski diyakini
memiliki suhu 5.500C, inti Bumi juga memiliki tekanan tinggi yakni lebih
dari tiga juta kali atmosfer permukaan planet ini. Tekanan ini akan
membuat suhu pada titik besi meleleh.
Menurut
geolog Caltech David Stevenson, lapisan cairan terluar sebesar 95%
total volum inti. Mantel terletak pada 3.500 km di luar inti Bumi. Batu
tebal ini menyumbang 84% total volume planet dan mantel ini dilapisi
kerak tipis tempat tinggal manusia.
Bola Kristal
Bukti
menunjukkan, inti Bumi bukanlah bagian homogeny. Ilmuwan menyadari
gelombang seismic yang melewati inti lebih cepat dari satu kutub ke
lainnya. Artinya, inti Bumi memiliki struktur yang berbeda arah satu
sama lain. Para ahli yakin, hal ini disebabkan karena inti Bumi terbuat
dari kristal yang tertata kutub magnet Bumi.
Geofisikawan
Ronald Cohen dari Carnegie Institute menemukan, gelombang horizontal
dan vertical membuat atom nikel dan besi tercampur dua jenis kristal
yang membuatnya memiliki struktur heksagonal dan kubus. Menurut Cohen,
kristal ini mungkin ditata berlawanan di inti Bumi tempat tekanan
tertinggi. Lebih jauh, “Mungkin ada cairan di antaranya”.
Hutan terlarang
Geolog
Jepang Kei Hirose baru-baru ini melakukan percobaan mereplika kondisi
di inti Bumi dalam skala kecil di lab. Menggunakan catok, alat seperti
penjepit, ia memanaskan besi nikel pada suhu 4.500 Celsius dan tekanan
atmosfer tiga juta kali. Berdasarkan apa yang terjadi, ia menyatakan,
kristal dalam inti Bumi setinggi 10 km. Hirose pun menggambarkannya
sebagai ‘hutan kristal’.